Minggu, 20 Januari 2019

Bagaimana Pelaku Persetubuhan di Bawah Umur Diperlakukan di Hadapan Hukum? Ini Contoh Kasusnya

Bagaimana Pelaku Persetubuhan di Bawah Umur Diperlakukan di Hadapan Hukum? Ini Contoh Kasusnya

Pelaku persetubuhan dengan pacar di Jembrana masuk dalam upaya banding dari Penuntut Umum (JPU).

Pelaku yang divonis adalah remaja lelaki berinisial PKW. Sosok PKW yang masih di bawah umur ini dijatuhi vonis delapan bulan hukuman percobaan oleh majelis hakim.

PKW divonis telah melakukan persetebuhan dengan kekasihnya sendiri yang juga masih di bawah umur.

Begini penjelasan posisi PKW di mata hukum menurut sang pengacara dan jaksa penuntut umum (JPU) dalam menyikapi kasus tersebut.

Pengacara PKW, I Gusti Ngurah Komang Karyadi alias Gembrong menolah upaya banding jaksa penuntut umum.

Terkait dengan banding yang diajukan JPU, Gembrong mengaku sudah mengirimkan memori banding pada 10 Januari yang diserahkan ke Pengadilan Negeri Negara.

Kemudian akan diteruskan ke Pengadilan Tinggi. Ia bersikukuh bahwa, langkah banding tetap ditolak oleh pihaknya. Dan tetap mengacu pada fakta persidangan sebelumnya.

"Kami tentunya menghargai upaya dari Jaksa, dan memang harus dilakukan oleh Jaksa. Tapi dalam memori yang sudah kami kirim, kami menolak upaya banding itu," ucapnya, Minggu (19/1) kepada Tribun Bali. Bandar Judi Poker Online

https://temanpoker99.me/app/Default0.aspx?lang=id

Gembrong menjelaskan fakta persidangan, baik korban dan pelaku serta bukti-bukti yang diajukan.

Melihat bahwa mereka nerdua sama-sama di bawah umur. Apalagi, tidak bisa dibuktikan adanya unsur tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk dan pemberatannya.

"Bagaimana kita bisa menyalahkan pelaku, sedangkan kasus anak adalah tanggungjawab negara. Kalau harus menyalahkan, maka salah itu ada pada banyak orang. Bukan pelaku yang harus menerima hukuman badan," jelasnya.

Aparatur negara, atau Kejaksaan tidak bisa kemudian memvonis dengan hukuman badan.

"Apalagi sudah ada pertanggungjawaban anak melampaui apa yang dijanjikan dan sekaligus meredam kekhawatiran anak korban dengan adanya kawin gantung," tegasnya.

Gembrong mengurai, dengan demikian, karena memang pelaku di bawah umur dan memang harus bertanggung jawab secara terbatas.

Bukan hukuman badan. Pertimbangan itu, juga karena pelaku sedang menjalani Kerja Praktik sekolah dan menyelasikan hingga akan masuk ke Pendidikan Tinggi.

Apalagi, Pelaku menyesali perbuatannya, selalu sopan dan kooperatif menjalani proses hukum. Sehingga penjara bukan solusi untuk memperbaiki kondisi pelaku.

"Mari bersama-sama memberikan pendidikan anak tentang seks dan tentang ITE sejak dini. Supaya anak kita tidak terjerumus dalam kasus yang sama. Ini adalah pelajaran kita semua," bebernya.

Sementara itu pihak JPU melalui Kasipidum Kejari Negara, I Gede Wiraguna Wiradarma menyatakan, banding dilakukan sesuai dengan Undang-Undang atau prosedur yang berlaku.

Artinya, harus ada efek jera atas kasus yang dilakukan anak. Pihaknya sudah menetapkan hukuman setengah dari ancaman hukuman.

Menurut Wiraguna, hukuman yang dikenakan oleh Majelis Hakim, kurang dari setengah yang harus dijalani oleh pelaku.

Artinya, sejatinya pelaku harus dihukum badan. Sebab, hal ini bisa membuat efek jera di kemudian hari.

Ke depannya diharapkan tak ada kasus anak melakukan persetubuhan di bawah umur.

Apalagi harus direkam dan tersebar di masyarakat.

"Kami mengajukan banding juga sebagai upaya, supaya anak berpikir dua kali ketika melakukan perbuatan asusila," tegasnya.


EmoticonEmoticon